QMB.16 - Hubungan Antara Bid'ah dengan Maslahah Mursalah

المسألة السابعة: العلاقة بين البدعة والمصلحة المرسلة

Masalah ketujuh: HUBUNGAN ANTARA BID'AH DAN MASLAHAH MURSALAH

أ ـ وجوه اجتماع البدعة والمصلحة المرسلة

1. أن كلا من البدعة والمصلحة المرسلة مما لم يعهد وقوعه في عصر النبوة، ولا سيما المصالح المرسلة، وهـو الغالب في البـدع إلا أنه ربما وجدت بعض البدع - وهذا قليل - في عصـره * ؛ كما ورد ذلك في قصة النفر الثلاثة الذين جاءوا يسألون عن عبادة النبي ﷺ .

2. أن كلا من البدعة ـ في الغالب ـ والمصلحة المرسلة خـال عـن الدليـل الخـاص المعين، إذ الأدلة العامة المطلقة هي غايـة مـا يمـكـن الاستدلال به فيهما 

Sisi persamaan antara bid'ah dengan maslahah mursalah:

1. Terdapat beberapa kesamaan antara bid'ah dan maslahah mursalah, yaitu keduanya tidak ada dalam zaman kenabian, terutama maslahah mursalah. Namun, ada beberapa bid'ah yang terjadi pada zaman kenabian, meskipun kasus tersebut sangat sedikit. Contohnya adalah cerita tentang tiga orang yang datang menanyakan tentang ibadah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ.

2. Baik bid'ah maupun maslahah mursalah, secara umum, tidak memiliki dasar (dalil) yang spesifik yang jelas. Kedua hal tersebut hanya dapat didasarkan pada dalil umum yang ada.

ب ـ وجوه الافتراق بين البدعة والمصلحة المرسلة

1. تنفرد البدعة في أنها لا تكون إلا في الأمور التعبدية، وما يلتحق بها من أمور الدين، بخلاف المصلحة المرسلة؛ فإن عامة النظر فيها إنما هو فيما عقل معناه، وجرى على المناسبات المعقولة التي إذا عرضـت على العقول تلقتها بالقبول، فلا مدخل لها في التعبـدات، ولا مـا جـرى مجراها من الأمور الشرعية .

2. وتنفرد البدعة بكونها مقصودة بالقصد الأول لدى أصحابها؛ فهم ـ في الغالب ـ يتقربون إلى الله بفعلها، ولا يحيدون عنهـا، فيبعـد جدا ـ عند أرباب البدع - إهدار العمل بها؛ إذ يرون بدعتهـم راجحة على كل ما يعارضها، بخلاف المصلحة المرسلة؛ فإنها مقصـودة بالقصد الثاني دون الأول، فهي تدخل تحت باب الوسائل؛ لأنهـا إنما شرعت لأجل التوسل بها إلى تحقيق مقصد مـن مقاصد الشريعة، ويدل على ذلك أن هذه المصلحة يسقط اعتبارهـا والالتفات إليهـا شرعا متى عورضت بمفسدة أربى منها، وحينئذ فمن غير الممكن إحداث البدع من جهة المصالح المرسلة .

Sisi perbedaan antara bid'ah dengan maslahah mursalah:

1. Bid'ah memiliki ciri khas bahwa ia hanya terjadi dalam masalah-masalah ibadah dan hal-hal yang berkaitan dengan agama, berbeda dengan maslahah mursalah. Secara umum, maslahah mursalah didasarkan pada akal dan didasarkan pada pertimbangan yang masuk akal, yang jika ditujukan kepada akal, akan diterima. Oleh karena itu, tidak ada tempat bagi maslahah mursalah dalam ibadah-ibadah atau dalam masalah-masalah syariat.

2. Bid'ah memiliki kekhasan bahwa ia dimaksudkan secara sengaja oleh para pelakunya. Mereka, dalam kebanyakan kasus, berusaha mendekatkan diri kepada Allah melalui perbuatan tersebut dan tidak meninggalkannya. Para pengikut bid'ah sangat enggan untuk meninggalkan perbuatan bid'ah tersebut, karena mereka menganggap bid'ah mereka lebih unggul daripada apa pun yang bertentangan dengannya. Berbeda dengan itu, maslahah mursalah dimaksudkan secara sengaja untuk tujuan kedua, bukan yang pertama. Maslahah mursalah termasuk dalam kategori sarana, karena ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan tertentu dari tujuan-tujuan syariat. Hal ini terbukti dengan fakta bahwa maslahah ini kehilangan nilai dan perhatian syariat jika menghadapi kerusakan yang lebih besar daripada manfaatnya. Oleh karena itu, tidak mungkin bid'ah diciptakan berdasarkan maslahah mursalah.

3. وتنفرد البدعة بأنها تؤول إلى التشديد على المكلفين، وزيادة الحرج عليهم، بخلاف المصلحة المرسلة؛ فإنهـا تعـود بـالتخفيف على المكلفين، ورفع الحرج عنهم، أو إلى حفظ أمر ضروري لهم . 

4. وتنفرد البدعـة بكونها مناقضة لمقاصد الشريعة، هادمـة لهـا بخلاف المصلحة المرسلة؛ فإنها ـ لكي تعتبر شرعا ـ لابد أن تندرج مقاصد الشريعة، وأن تكون خادمة لها، وإلا لم تعتير .

5. وتنفرد المصلحة المرسلة بأن عدم وقوعها في عصر النبوة إنما كان لأحل انتفاء المقتضي لفعلها، أو أن المقتضي لفعلها قائم لكن وجد مانع يمنع منه، بخلاف البدعة فإن عدم وقوعها في عهد النبـوة كـان مـع قيام المقتضي لفعلها، وتوفر الداعي، وانتفاء المانع .

3. Bid'ah memiliki kekhasan bahwa ia mengarah pada pengetatan kewajiban bagi individu dan meningkatkan kesulitan bagi mereka, berbeda dengan maslahah mursalah. Maslahah mursalah bertujuan untuk meringankan kewajiban individu dan menghilangkan kesulitan dari mereka, atau untuk menjaga kepentingan yang penting bagi mereka.

4. Bid'ah memiliki kekhasan bahwa ia bertentangan dengan tujuan-tujuan syariat dan merusak kepentingan agama, berbeda dengan maslahah mursalah. Agar dapat dianggap sebagai perbuatan yang sesuai dengan syariat, maslahah mursalah harus sesuai dengan tujuan-tujuan syariat dan harus melayani tujuan tersebut. Jika tidak, maka tidak dianggap sebagai bid'ah.

5. Terakhir, maslahah mursalah memiliki kekhasan bahwa ketidakhadirannya pada masa kenabian disebabkan oleh ketiadaan kebutuhan yang memerlukan pelaksanaannya, atau karena adanya halangan yang mencegahnya, berbeda dengan bid'ah. Ketidakhadiran bid'ah pada masa kenabian terjadi ketika ada kebutuhan yang memerlukan pelaksanaannya, adanya dorongan, dan ketiadaan hambatan yang menghalanginya.

والحاصل: أن المصالح المرسلة إذا روعيت شـروطها كانت مضادة للبدع، مباينة لها، وامتنع جريان الابتداع من جهة المصلحة المرسلة؛ لأنها ـ والحالة كذلـك ـ يسقط اعتبارهـا ولا تسمى إذ ذاك مصلحة مرسلة، بل تسمى إما مصلحة ملغاة أو مفسدة .

Kesimpulannya adalah bahwa jika syarat-syaratnya dipenuhi, maslahah mursalah akan bertentangan dengan bid'ah dan berbeda darinya, dan bi'ah tidak dapat terjadi dalam konteks maslahah mursalah. Hal ini disebabkan karena dalam situasi tersebut, validitas maslahah mursalah menjadi tidak berlaku, dan tidak dapat disebut sebagai maslahah mursalah, melainkan lebih tepat disebut sebagai maslahah yang dinyatakan tidak berlaku atau merusak.


__________

Catatan: uraian ringkas tentang mashlahah mursalah (lengkapnya bisa baca dalam buku-buku ushul fiqh)


MASHLAHAH MURSALAH

Maslahah Mursalah secara bahasa tersusun dari kata maslahah (المصلحة) dan mursalah (المرسلة). 

Maslahlah berarti kebaikan, yaitu penetapan hukum berdasarkan maslahah (kebaikan) karena tidak ada ketentuan hukumnya dalam syara. 

Mursalah secara bahasa memiliki arti melepaskan atau terlepas. Mashlahah Mursalah artinya maslahah yang “lepas” dari Quran dan Sunah, tidak ada hukum syara’ yang dijadikan sebagai dasar dalil, tetapi disisi lain juga tidak ada yang dalil membatalkan atau menunjukan ada tidaknya kemashlahatan didalamnya.


Pengertian Maslahah 

Terminologi Maslahah Mursalah tersusun dari dua kata, yaitu maslahah dan mursalah. Maslahah secara bahasa berarti “manfaat”. Dalam bahasa arab al-manfa’at sama artinya dengan ash-shalah dan al-naf’u yang berarti adanya manfaat baik secara alami (auto-bermanfaat) maupun melalui suatu proses. Al-maslahah adalah mufrad (bentuk tunggal) dari kata al-mashalih. Segala yang bermanfaat, berfaedah, memelihara kemanfaatan dan mencegah adanya mudharat atau keburukan, dikategorikan sebagai maslahah. 

Dan Mursalah secara bahasa berarti “lepas”. Mursal berarti terlepas dengan tidak terbatas.

Menurut istilah, Maslahah Mursalah berarti suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi di sisi lain juga tidak ada yang membatalkannya. Sesuatu tersebut dianggap sebagai maslahah, tetapi tidak ada ketegasan hukum dan tidak ada ketentuan syariat, yaitu tidak ada dalil yang mendukung dan juga tidak ada dalil yang menolaknya. Kondisi seperti ini disebut sebagai Maslahah Mursalah (maslahah yang “lepas” dari dalil yang terperinci / spesifik). 

Kasus seperti ini dianggap sesuai dengan hukum syara jika sesuai dengan prinsip “mencegah adanya mudharat atau keburukan dan dapat mengambil manfaat atau memeliharanya”. Manfaat yang dimaksud disini bukanlah segala yang bermanfaat atau memberi kenikmatan dalam perspektif manusia. Bukan manusia yang menentukan apakah itu bermanfaat atau mudharat bagi dirinya. Manfaat dalam konteks ini ditentukan oleh pembuat hukum syara, yaitu Allah. 

Manfaat yang dimaksud oleh pembuat hukum syara’ (Allah) tidak lain adalah kemaslahatan untuk manusia itu sendiri, yaitu untuk menjaga keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan hartanya (lihat bahasan Maqashid Syariah).

Jadi Maslahah Mursalah adalah sesuatu yang dinilai maslahah oleh akal, dengan pertimbangan dapat mewujudkan kebaikan atau dapat menghindarkan keburukan. Dan pertimbangan akal itu relevan dengan tujuan ditetapkannya syara (Maqasid Syariah). 

Disisi lain tidak ada dalil atau petunjuk syara yang secara tegas menolaknya ataupun mengakuinya. Contohnya adalah kemashlahatan dalam membuat sistem penjara, aturan rambu lalu lintas di jalan raya, mencetak uang, atau dalam kasus keputusan Umar bin Khattab dalam tanah pertanian hasil penaklukan yang tidak dibagikan sebagaimana harta rampasan perang tetapi tetap dimiliki pemiliknya dengan ganti memberi kewajiban membayar pajak.


Dasar Hukum Maslahah 

Dasar hukum Maslahah bahwa syariat yang diturunkan oleh Allah bertujuan bagi kemaslahatan manusia ada dalam Quran diantaranya: 

 وَمَآ أَرْسَلْنَـٰكَ إِلَّا رَحْمَةًۭ لِّلْعَـٰلَمِينَ 

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” QS al-Anbiya’/21: 107

 فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْـَٔاخِرَةِ ۗ وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْيَتَـٰمَىٰ ۖ قُلْ إِصْلَاحٌۭ لَّهُمْ خَيْرٌۭ ۖ وَإِن تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَٰنُكُمْ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ ٱلْمُفْسِدَ مِنَ ٱلْمُصْلِحِ ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌۭ 

tentang dunia dan akhirat. Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia datangkan kesulitan kepadamu. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. QS al-Baqarah/2: 220 


Objek Maslahah Mursalah 

Objek Maslahah Mursalah adalah ranah muamalah, yaitu hubungan antara satu manusia dengan yang lain. Muamalah adalah wilayah luas dimana banyak hal tidak tercakup dalam nash. 

Ranah Ibadah tidak termasuk dalam obyek Maslahah Mursalah. Hal ini karena wilayah ibadah tidak memberi kesempatan kepada akal untuk mencari argumentasi atau alasan kemaslahatan dari setiap hukum yang ada didalamnya. 

Dalam muamalah, kemaslahatan dapat dipahami oleh akal manusia, tetapi dapat juga tidak, karena ukuran kemaslahatan ditetapkan berdasarkan syara, yang menandakan bahwa hal itu maslahah. Misalnya ketentuan hukum yang ditetapkan ukurannya dalam syariat didalam ketentuan tentang had kifarat, ketentuan waris, ketentuan jumlah bulan dalam iddah wanita yang ditinggal mati suaminya atau yang diceraikan. Hukum-hukum ini disyariatkan berdasarkan kemaslahatan yang berasal dari syara itu sendiri. 


Macam-macam Maslahah 

Berdasarkan tingkat kebutuhan manusia, Maslahah terbagi dalam tiga kategori: 

  1. Maslahah Dharuriyah
  2. Maslahah Hajjiyah 
  3. Maslahah Tahsiniyah


Maslahah Dharuriyat   

Maslahah Dharuriyat adalah hal primer yang sangat vital dan utama, kemaslahatan yang paling kuat, sesuatu yang menjadi keharusan dan kedaruratan bagi kehidupan manusia, baik di dunia maupun akhirat. Jika kemaslahatan ini hilang maka kehidupan di dunia menjadi rusak, tidak akan berjalan dengan benar, menimbulkan kerusakan, kekacauan, dan bahkan hilangnya kehidupan; dan bagi kehidupan di akhirat bisa menimbulkan hilangnya keselamatan dan kenikmatan akhirat. Keharusan pemenuhan dharuriyat ini adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat. 

Maslahah Dharuriyat ada dalam lima hal utama, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. 

Maslahah Hajjiyah

Maslahah Hajjiyah adalah maslahah yang dibutuhkan manusia untuk memudahkan hidup supaya tidak mengalami kesulitan. Hajjiyah sendiri maknanya adalah kebutuhan, atau sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, yaitu kebutuhan dalam rangka untuk mendapat keluasan/kelapangan dan menghilangkan kesempitan yang dapat berakibat mendapatkan kesulitan dan kesusahan. Hajjiyah adalah kebutuhan sekunder. Jika Maslahah Hajjiyah ini hilang, tidak akan berbahaya sampai mengancam kehidupan manusia sebagaimana Maslahah Dharuriyat, tetapi dimungkinkan timbulnya kesulitan dan kesempitan bagi manusia, tidak juga sampai menimbulkan kerusakan yang biasa mengganggu kepentingan umum. Pemeliharaan Maslahah Hajjiyah adalah untuk menghindari kesulitan dan kesusahan yang bisa menjadi beban bagi mukallaf. 

Maslahah Tahsiniyah

Maslahah Tahsiniyah adalah maslahah untuk menjaga muruah (kehormatan diri) dan menjauhi keburukan yang dapat merendahkan manusia dalam ukuran akal sehat. Tahsiniyat sendiri berarti hiasan, sesuatu yang diperlukan manusia dalam rangka untuk mempercantik kehidupan dengan cara berhias moral atau kemuliaan akhlak, dan mempergunakan semua yang layak dan pantas dalam adat kebiasaan yang baik. Maslahah Tahsiniyah adalah tingkat kebutuhan tersier. Jika Maslahah Tahsiniyah ini hilang, kehidupan tidak akan sirna sebagaimana Maslahah Dharuriyat, tidak juga berefek pada kesulitan bagi manusia sebagaimana Maslahah Hajjiyah, tetapi kehidupan manusia menjadi buruk berdasarkan ukuran orang-orang yang mempunyai akal. 


Berdasarkan hubungannya dengan syariat, Maslahah terbagi dalam tiga kategori: 

  1. Maslahah Mu'tabarah, 
  2. Maslahah Mulghah, dan 
  3. Maslahah Mursalah. 


Maslahah Mu’tabarah   

Maslahah Mu’tabarah adalah maslahah yang ditentukan atau ditetapkan dalam syariat, atau secara tegas diakui syariat. Misalnya hukuman zina, maslahah untuk memelihara kehormatan dan keturunan, dan hukum bagi pencuri maslahah untuk menjaga harta. Demikian juga pengharaman khamar, maslahah untuk memberikan perlindungan terhadap akal sehat. Karena Maslahah Mu’tabarah ditentukan dan ditetapkan oleh syara’, maka jelas kebenarannya, dan kemaslahatan ini termasuk hujjah. 

Maslahah Mulghah   

Maslahah Mulghah adalah sesuatu yang mengandung maslahah secara logika atau dianggap maslahah oleh akal pikiran, tetapi bertentangan dengan ketentuan syariat. Misalnya menyamakan pembagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan, yang secara nalar mungkin bisa dianggap maslahah. Tetapi hal ini bertentangan dengan ketentuan syariat seperti dalam QS. An-Nisa’ : 11 yang menegaskan bahwa pembagian anak laki-laki dua kali pembagian anak perempuan. Pertentangan dalam Maslahah Mulghah ini mengindikasikan bahwa masalah bukan dilihat dari perspektif akal manusia, karena apa yang dianggap maslahah bagi akal, bisa jadi bukan maslahah di sisi Allah. Dengan demikian syariat membatalkan kemasalahatan semu atau palsu itu, dan tidak menganggapnya sebagai kemaslahatan. 

Maslahah Mursalah   

Maslahah Mursalah adalah maslahah dalam wilayah muamalah yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam Quran dan Sunnah. Tidak ada ketentuan hukum yang tegas, juga tidak ada bandingan untuk kasus yang serupa di dalam Quran dan Sunnah, sehingga tidak dapat dilakukan Qiyas (analogi). Contohnya adalah peraturan rambu lalu lintas. Hal ini tidak ada dalinya dalam Quran dan Sunah, tetapi dinilai sejalan dengan tujuan diturunkannya syariat, yaitu untuk memelihara keselamatan jiwa dan harta.