المسألة الرابعة: العلاقة بين الابتداع والإحداث
Masalah keempat: Hubungan antara AL-IBTIDA' dan AL-IHDATS
الابتداع والإحداث يردان في اللغة بمعنى واحد؛ إذ معناهما: الإتيان بالشيء المخترع بعد أن لم يكن .
AL-IBTIDA' dan AL-IHDATS memiliki arti yang sama dalam bahasa, yaitu "membawa sesuatu yang baru setelah sebelumnya tidak ada."
وأما في المعنى الشرعي فقد دلت الأحاديث الأربعة المتقدمة على أن للبدعة في الشرع اسمين: البدعة والمحدثة . إلا أن لفظ البدعة غلب إطلاقه على "الأمر المخترع المذموم، في الدين خاصة" .
Dalam konteks syar'i, empat hadis yang disebutkan sebelumnya menunjukkan bahwa dalam syariat ada dua istilah untuk bid'ah, yaitu bid'ah dan muhdatsah. Namun, istilah bid'ah lebih umum digunakan untuk "perkara yang baru yang tercela, khususnya dalam agama".
وأما لفظ المحدثة فقد غلب إطلاقه على "الأمر المخترح المذموم، في الدين كان أو في غيره" .
Adapun istilah "muhdatsah" lebih umum digunakan untuk "perkara yang baru yang tercela, baik dalam agama atau di luar agama."
وبهذا يعلم أن الإحداث أعم من الابتداع؛ لكون لفظ الإحداث شاملا لكل مخترع مذموم، في الدين كان أو في غيره، إذ يدخل في معنى الإحداث: الإثم وفعل المعاصي، ومنه قوله يلة: "من أحدث فيها حدثا أو آوى محدثا قال ابن حجر: "أي أحدث المعصية .
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa istilah "ihdath" (الإحداث) memiliki cakupan yang lebih luas daripada "ibtida'" (الابتداع). Istilah "ihdath" mencakup semua hal yang baru yang dianggap tercela, baik dalam agama maupun di luar agama. Masuk dalam konteks "ihdath" : dosa dan melakukan perbuatan maksiat. Diantara contohnya ucapan Rasulullah SAW: "Barangsiapa yang membuat "ihdats" atau melindungi "orang yang berbuat ihdats", Ibnu Hajar menyatakan, "Maksudnya adalah membuat maksiat (dalam konteks agama)."
Note: Dengan demikian, dalam pengertian syar'i, istilah "ihdath" lebih inklusif dan mencakup segala bentuk inovasi yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama atau melibatkan perbuatan dosa dan maksiat.
وبذلك يتبين لنا أن لفظ المحدثة - بهذا النظر - متوسط بين معنيي البدعة في اللغة والشرع، فهو أخص من معنى البدعة في اللغة، وأعم من معناها في الشرع .
Dengan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah "muhdatsah" berada di tengah antara makna "bid'ah" dalam bahasa dan makna "bid'ah" dalam syariat. Istilah ini lebih spesifik daripada makna "bid'ah" dalam bahasa, namun lebih luas daripada makna "bid'ah" dalam syariat.
فتحصل لدينا ثلاثة معان:
١. الأمر المخترع، مذموما كان أو محمودا، في الدين كان أو في غيره .
٢. الأمر المخترح المذموم، في الدين كان أو في غبيره .
٣. الأمر المختزرع المذموم، في الدين خاصة .
Ini adalah tiga makna yang dapat kita simpulkan:
1. Perkara yang baru yang tercela maupun terpuji, dalam agama maupun di luar agama.
2. Perkara yang baru yang tercela, baik itu dalam agama maupun di luar agama.
3. Perkara yang baru yang tercela, terutama dalam konteks agama.
فالأول عام، وهو المعنى اللغوي للبدعة وللمحدثة .
والثاني خاص، وهو المعنى الشرعي - الغالب - للمحدثة .
والثالث أخص، وهو المعنى الشرعي للبدعة، وهو أيضا - المعنى الشرعي الآخر للمحدثة .
Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Makna pertama adalah makna umum, yang mencakup makna linguistik dari "bid'ah" dan "muhdatsah".
2. Makna kedua adalah makna khusus, yang merupakan makna syar'i yang umumnya terkait dengan "muhdatsah".
3. Makna ketiga lebih spesifik, dan merupakan makna syar'i dari "bid'ah", yang juga merupakan makna syar'i lain dari "muhdatsah".